PEMBAHASAN
A.
Pengertian Masbuq
Sering kita mendengar istilah makmum masbuq dalam kehidupan kita sehari hari dalam
hal ibadah ( sholat lima waktu ). Dalam pengertian makmum masbuq yaitu
sebenarnya adalah makmum yang terlambat satu rakaat atau lebih bersama dengan
imam sedang salat berjamaah, rakaat disini adalah sampai ruku maka jika ada
seorang makmum terlambat atau terlambat ruku bersama imam dalam rakaat pertama
saat salat berjamaah maka dia disebut makmum masbuq, pengertian tersebut
disampaikan oleh Jumhur ulama.
Adapun pendapat lain dari Imam syafi’I
mengatakan makmum masbuq yaitu orang yang tidak mengikuti atau tidak mengetahui
takbiratul ihram nya imam maka makmum tersebut dikategorikan makmum masbuq.
Lalu
kapan jamaah
masbuq dikatakan mendapat rakaat : Apakah ketika dapat membaca Al-fatihah
ataukah saat mendapatkan ruku bersama imam?
Jawabannya:
Jika Mendapatkan Ruku dengan Imam.
Jika ada seseorang
yang masbuq ( terlambat ) dalam salat jamaah maka ia harus takbir lalu
mengikuti gerakan imam. Jika masih mendapatkan ruku bersama imam maka ia sudah
terhitung mendapatkan rakaat. Nabi saw bersabda :
“Apabila
kalian datang untuk mendirikan salat dan (saat itu) kami sedang sujud maka
sujudlah kalian, tapi jangan kalian hitung sebagai suatu rakaat. Sedangkan siapa
yang masih mendapatkan ruku/rakaat, maka sungguh ia telah mendapatkan salat.”
Imam shadiq as
juga berkata, “ Jika engkau dapatkan imam dalam keadaan ruku, lalu engkau
bertakbir dan ruku sebelum ia mengangkat kepalanya, maka engkau telah
mendapatkan satu rakaat. Sedangkan jika imam telah mengangkat kepalanya dan
engkau belum ruku maka engkau telah ketinggalan satu rakaat.”
Hal ini disandarkan
pada sabda Rasulullah saw., “Apabila salah seorang di antara kalian
mendatangi shalat jamaah sedangkan imam sedang mengerjakan suatu rukun, hendaklah
dia mengerjakan seperti apa yang dikerjakan oleh imam” (HR. Tirmidzi).
Fuqaha (
seorang ahli fiqih) : Masyhur fuqaha mengamalkan riwayat tersebut.
Riwayat-riwayat yang lain mereka tinggalkan. Dan disunahkan bagi imam untuk manjangkan
rukunya jika ia merasa ada seseorang yang akan bergabung dalam salat jamaahnya.
Jika mengetahui imam sudah ruku sewaktu dia menyusul
salat maka ada dua pendapat dalam hal menggantinya:
1.
Dia harus mengganti rakaat yang tertinggal sebelum imam ruku tadi
secara utuh sebab dia belum sempat membaca surat al- Fatihah dalam
rakaat tadi. Berdasarkan hadits, “Laa shaalat liman lam yaqra’ bifaatihatil
kitab” (tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihahnya kitab (surat
al-Fatihah) (HR. Bukhari dan Muslim).
Memang ada juga yang
berpendapat bahwa makmum tidak perlu membaca al-Fatihah, berdasarkan
ayat dalam Al-Qur’an, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah
oleh kalian akan dia dan diamlah kalian agar kalian diberi rahmat” (QS.
al-A’raf: 204). Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Daruquthni, “Barangsiapa shalat di belakang imam maka sesungguhnya bacaan
imam itu merupakan bacaan baginya.” Namun terdapat hadits dari ‘Ubadah bin
Shamit yang menerangkan bahwa ketentuan itu berlaku kecuali untuk bacaan
al-Fatihah.
Dari Ubadah bin Shamit
ra., berkata, “Kami ada di belakang Rasulullah
saw. pada shalat fajar/Subuh maka membacalah Rasulullah saw., dan
beratlah atas beliau bacaan itu. Maka ketika sudah selesai beliau
bersabda, ‘Barangkali kalian ada yang membaca (bacaan Al-Qur’an) di belakang
imam?’ Kami berkata, ‘Ya, ini (orang yang membaca), wahai Rasulullah!’
Beliau bersabda, ‘Janganlah memperbuat yang demikian, kecuali dengan Fatihahnya
Kitab (surat al-Fatihah), karena sesungguhnya tidak ada shalat bagi
orang yang tidak membaca dengannya.’’’
Menurut Abu Hurairah
ra. bacaan al-Fatihah untuk makmum ini cukup dirinya saja yang
mendengar. Sebab Rasulullah saw. melarang makmum membaca dengan keras di
belakang Rasulullah saw. karena mengganggu imam. Larangan itu tidak berlaku
untuk bacaan al-Fatihah, sebab tidak sah shalat seseorang tanpa bacaan
al-Fatihah.
2.
Makmum tidak kehilangan rakaat ketika dia mendapatkan rukunya
imam. Apabila makmum mendapatkan imam dalam keadaan ruku lalu dia bisa
segera menyusul ruku kemudian bangkit i’tidal bersama imam maka dia
ditetapkan mendapatkan rakaat tersebut.
Hal ini
didukung oleh riwayat Abu Bakrah ra karena terlalu bersemangat untuk
mendapatkan rakaat sehingga ketika mengetahui Nabi saw telah ruku, ia belum
masuk shaf jamaah langsung ikut ruku sambil berjalan menuju shaf. Mengetahui
hal ini maka setelah salat Nabi saw menegurya namun tetap mendoakannya :
“Semoga
Allah menambah semangatmu (untuk mendapatkan rakaat), tapi jangan kamu ulangi
lagi” (HR. Bukhari).
Kenyataannya,
Rasulullah saw. tidak memerintahkan Abu Bakrah untuk mengulangi
rakaatnya yang dilakukan tanpa membaca al- Fatihah.
B.
Ketentuan-Ketentuan Makmum Masbuq
A. Apabila makmum masbuq ketika takbirotul ihram mendapati imam mau atau
sedang membaca ruku’ maka dia harus membaca Al Fatihah sedapatnya ( meskipun tidak
sempurna ) dengan tanpa membaca taawudz ataupun membaca iftitah dan wajiblah
membaca ruku’ bersama imam. Sebab bacaan Al Fatihah yang tidak sempurna
tersebut sudah di tanggung oleh imam. Namun apabila menurut perkiraan jika dia
membaca Al Fatihah tapi telat ruku bersama imam, maka dia harus
langsung ruku’ setelah melakukan takbiratul ihram.
B. Apabila makmum masbuq ketinggalan satu rakaat atau lebih dari imam maka
yang harus di lakukan oleh makmum tersebut harus menyempurnakkan sholatnya
dengan mengikuti ketentuan ketentuan sholat yang berlaku seperti takhiyat awal
pada setiap dua raka’at sholat dan juga tahiyat akhir pada akhir raka’at dalam
sholat.
C. Apabila
seseorang yang terlambat dua raka’at dalam sholat maghrib, lalu dia ingin
menyempurnakkan dua raka’at tersebut maka ia hendaknya membaca tahiyyat awal
pada raka’at yang pertama ( dari raka’at yang tertinggal ) dan harus membaca
tahiyyat akhir pada rakaat terakhir
D. Apabila
orang yang sholat terlambat satu raka’at dalam sholat subuh dan kemudian dia ingin
menyempurnkkan rakaat yang kedua maka dia harus melakukan tahiyyat lagi
meskipun pada tahiyyat sebelumnya sudah melakukannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian makmum masbuq adalah makmum yang
terlambat satu rakaat atau lebih bersama dengan imam sedang salat berjamaah,
rakaat disini adalah sampai ruku maka jika ada seorang makmum terlambat atau
terlambat ruku bersama imam dalam rakaat pertama saat salat berjamaah maka dia
disebut makmum masbuq.
Apabila
sudah disebut makmum masbuq maka ia harus mengganti rakaat yang tertinggal
untuk meyempurnakan shalatnya. Membaca atau tidaknya surat Al-Fatihah harus
melihat kondisi makmum masbuq tersebut apabila imam sudah ruku menurut Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ada pengecualian. Dari kutipannya beliau
berkata “ Membaca Al-Fatihah adalah rukun bagi semua orang yang shalat, tidak
ada seorangpun yang dikecualikan, kecuali makmum masbuq yang mendapati imam
suah ruku atau imam masih berdiri namun sudah tidak sempat membaca Al-Fatihah
bersama imam”.
B.
Kritik dan Saran
Alhamdulillah, penulisan makalah ini terselesaikan dan
tersusun scara sistematik. Tetapi penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna karena mengingat keterbatasan pengetahuan dari
penulis. Maka dari itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak.
Daftar Pustaka
Dr. M. Mu'inudinillah Basri, L. M. (2008). Panduan
Shalat Lengkap. Surakarta: Indiva Pustaka.
Mughniyah, M. J. (1996). Fiqih Ja'fari.
Jakarta: PT Lentera Basritama.
Pengertian makmum masbuq dan tata cara salat makmum
masbuq. (n.d.). Retrieved 09 18,
2017, from
http://oaseislam.com/pengertian-dan-tata-cara-sholat-makmum-masbuq/
Syakir Jamaluddin, M. (2008 dan 2016). Shalat
Sesuai Tuntunan Nabi Saw. Yogyakarta: LPPI UMY.
Wahab, D. (2005). Shalat is Fun. Bandung:
Mizan Media Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar